Custom Search

Monday, February 13, 2012

Menikmati Sensasi Kopi Jos Lik Man

Kopi jos. Begitulah orang-orang menyebutnya. Para penggemar kopi di angkringan di Yogyakarta selalu berjubel duduk menikmati kopi khas itu.

Di sebelah utara Stasiun Tugu Yogyakarta, ada berderet angkringan tempat minum kopi. Kopi yang paling khas adalah kopi jos. Kopi ini diseduh dalam gelas yang diberi bara arang. Nah, suara bara arang yang masuk dalam minuman kopi berbunyi, "Josss..." Dari situlah minuman itu dinamakan.

Angkringan Lik Man yang berada di Jalan Wongsodirjan yang menempel di tembok luar stasiun itu yang pertama kali ada. Sejak 1970-an, angkringan tempat minum itu sudah ada. Nama Lik Man sendiri diambil dari nama Sisgiman, 62 tahun, sang pemilik angkringan. Namun saat ini yang menjalankan angkringan ini adalah Kobar, 42 tahun, menantu Lik Man.

"Dulu buka 24 jam, tetapi saat ini buka pada petang hingga pagi hari," kata Kobar sambil menyeduh kopi.

Khasiat kopi yang diberi bara arang itu diyakini bisa menghilangkan perut kembung, masuk angin, dan penyakit kurang enak badan. Kopinya pun juga kopi pilihan yang tradisional dari Klaten dan sekitar Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tempat itu menjadi favorit nongkrong dari semua kalangan. Pejabat, seniman, budayawan, wartawan, mahasiswa, pekerja malam, hingga penjaja cinta. Di tempat itu pula, dari banyak obrolan, muncul ide-ide cerdas. Para mahasiswa yang nongkrong juga membicarakan skripsi.

"Ada penelitian dari mahasiswa Universitas Gadjah Mada, bara arang itu bisa mengurangi kadar kafein," kata Kobar, Kamis malam, 2 Februari 2012.

Para seniman yang sering nongkrong di tempat itu antara lain Marwoto Kawer, Butet Kartarejasa, Djaduk Ferianto, Emha Ainun Nadjib, dan lain-lain.

Harga segelas kopi jos hanya Rp 3.000, baik yang pakai arang maupun kopi yang tidak. Tetapi tidak perlu khawatir bagi yang tidak suka kopi. Ada juga minuman teh manis Rp 1.500, jeruk, jahe, serta wedang tape ketan Rp 2.500.

Makanan khas angkringan, tentu saja nasi kucing yang harganya hanya Rp 1.000 per bungkus, ada yang berlauk teri, sambal, dan oseng-oseng. Makanan kecilnya rata-rata seharga Rp 500 saja. Ada mendoan (tempe goreng tepung), tempe bacem, kepala ayam, tahu susur, rempeyek, kacang, juga ada jadah. Jika ingin disajikan panas, makanan gorengan itu bisa dibakar dengan arang yang juga untuk memanaskan air minum di angkringan itu.

Lik Man saat ini tidak lagi secara langsung menangani angkringan miliknya. Ia saat ini justru bertani di dusun asalnya di Jetis, Tugu, Cawas, Klaten, Jawa Tengah. Ia mewariskan usaha itu kepada anak, menantu, dan keluarga lainnya untuk meneruskan usaha itu.

"Sekarang bertani saja, kalau pendapatan dari angkringan ada lebihnya, saya juga diberi," kata Lik Man melalui telepon.

Ia berkisah, awalnya ia berjualan angkringan sejak tahun 1960-an. Sering berpindah dan bereksperimen membuat minuman, ia lalu mencoba memberi arang dalam minuman kopi. Ternyata sambutan pelanggannya sangat baik dan rasanya lebih enak. Yang masuk angin dan perut kembung bisa sembuh.

Saat ini, tidak hanya satu angkringan di sebelah utara stasiun itu. Muncul lebih dari 10 angkringan kopi jos yang setiap malam selalu ramai dikunjungi.

Semakin malam, deretan angkringan itu semakin ramai bahkan sampai waktu subuh. Yang usai dari tempat hiburan malam atau diskotek biasanya juga menunggu waktu pagi di angkringan itu. Apalagi mahasiswi yang usai berdugem, karena ada jam malam di kos-kosannya, nongkrong di tempat itu hingga pagi hari.

Soal pengamanan, tempat itu tergolong aman karena para pedagang angkringan dan tukang parkir kompak untuk menjaga keamanan di tempat itu. Para pengamen pun tertib. Hanya, jika sedang nongkrong di tempat itu, siap-siap uang receh untuk para pengamen.

Di tempat itu, para pengunjung bisa memilih duduk di kursi atau lesehan dengan tikar. Tergantung selera para pengunjung.

0 comments:

Post a Comment

Random Post