Penahkah Anda melahap gumpalan nasi berbalut ikan mentah atau rumput
laut? Ya, gumpalan nasi itu bernama sushi. Berasal dari Negeri Sakura,
kini sushi menjadi satu makanan terkenal di Indonesia, terutama di
Jakarta.
Dengan semakin dikenalnya sushi di kalangan masyarakat, makin banyak pula rumah makan berkonsep ala Jepang yang menyajikan sushi sebagai menu utama. Sayangnya mayoritas restoran Jepang mematok harga mahal untuk sajiannya. Kenapa mahal? Karena lokasi restoran Jepang kerap berada di mal atau hotel yang mematok pajak tinggi. Ditambah lagi bahan baku sushi banyak dikirim langsung dari Jepang.
Atas pertimbangan harga itu, tidak jarang calon pengunjung urung datang ke restoran Jepang. Takut harga tidak sesuai dengan kemampuan kantong.
Nah, merebaknya restoran Jepang yang mahal itu mendorong Beth Hayes mendirikan restoran dengan konsep serupa, tapi dengan harga terjangkau. Akhirnya, berdirilah restoran Jepang bernama Umaku, artinya 'sang ahli'.
"Suara yang ditimbulkan saat menyebut Umaku juga seperti rumahku. Jadi, seakan-akan menyantap sushi di rumah," kata Beth.
Awalnya Umaku berdiri di Cibubur, Jawa Barat, pada 2009 lalu. Karena pelanggannya semakin banyak, Beth pun membuka peluang waralaba Umaku. Lalu berdirilah Umaku Tebet dan Umaku Duren Tiga Raya Nomor 32, Jakarta Selatan.
Maka, datanglah Tempo ke Umaku Duren Tiga. Meski menyediakan pelbagai penganan Jepang, menu pertama yang dipesan Tempo adalah deretan sushi, misalnya Volcano, Spider Roll, Salmon Maki, dan Tobiko.
Lalu, hap! Satu Spider Roll langsung disantap, seketika mulut terasa penuh. Lembutnya unagi atau daging belut terasa cepat melumat. Begitu kontras dengan kriuk-nya gorengan daging kepiting yang disematkan di dalam kepalan nasi. Saya pun langsung sibuk mengunyah dan menyesap rasa laba-laba gulung ini. Enak.
"Spider Roll ini satu menu sushi andalan kami," kata Head Chef Umaku, Uki.
Sudah habis urusan dengan Spider Roll, saya mulai melirik Volcano. Kali ini, sekepal nasi menyelimuti daging kepiting dan Tobiko bakar. Di atasnya, ikan salmon dengan lelehen mayones berperan sebagai mahkota, sedangkan di sisi kanan-kiri Volcano terlihat jejak hitam sisa pembakaran.
Ketika mulut mengecap Volcano, hal pertama yang terdeteksi adalah rasa gosong. Sedikit amis dari salmon dan kentalnya mayones meramaikan isi mulut. Sayang, keramaian itu masih kalah dengan rasa sisa pembakaran.
Masih penasaran dengan menu sushi Umaku, saya lahap beberapa potong Salmon Maki dan Tobiko Flying Fish Roe. Memang dua menu itu bukanlah yang spesial, tapi butiran nasi pulen tetap menyenangkan mulut.
"Kami pakai beras dari Jepang dan menambahkan kombu atau ganggang laut saat memasaknya. Setelah matang, selain seperti ketan, rasanya pun beraroma ikan," ujar sang chef.
Sudah puas mengecap sushi, selanjutnya saya coba Soba Moriawase. Mie soba datang ditemani tempura udang, rumput laut, dan kuah bening kecokelatan. Saat menyesap air kuah, rasa segar terasa menyergap tenggorokan. Ada semilir manis juga di dalamnya. Dan mie soba terasa unik, seperti ubi.
"Mienya berbahan dasar gandum dan diimpor dari Jepang. Kuahnya sendiri mengandung ikan cakalang yang telah diasap, diserut, dan direbus dalam air selama tiga jam," kata Uki.
O ia, bagi Anda yang tidak menyukai makanan mentah, bisa juga memesan Katsu Kare Rice. Nasi kare di Umaku bisa dikategorikan unik karena perkawinan antara kayu manis dan lada halus menciptakan beragam rasa di mulut. Manis, wangi, dan sedikit panas.
Perut kenyang, hati senang. Saya pun sedikit berbincang dengan tamu Umaku lainnya. Ducta, 41 tahun, mengaku baru pertama kali datang ke Umaku Duren Tiga. Pada kunjungan perdananya itu, dia telah menghabiskan tiga mangkuk mie udon. "Rasanya enak dan harga terjangkau. Jadi, enggak takut kalau mau pesan banyak menu atau nambah," kata perempuan itu.
Tidak jauh berbeda dengan Ducta, Dicky, 43 tahun, bercerita jika dia tidak takut membawa anak dan keluarganya makan di Umaku Duren Tiga. "Karena tidak mahal, saya tidak deg-degan kalau mereka memesan banyak sushi atau menu lainnya," kata Dicky.
Tentang harga murah ini, Chef Uki punya rahasianya, yakni membayar pesanan bahan baku dari Jepang dengan pembayaran tunai dan tepat waktu sehingga penyuplai bahan baku mau memberi potongan harga. Selain itu, kata Uki, bahan baku yang mereka terima langsung dibersihkan dan masuk ke lemari pendingin. “Karena perawatan yang baik, usia ketahanan ikan bisa maksimal, misalnya sampai tiga hari. Jadi tidak ada yang mubazir.”
Suasana Umaku yang tidak kaku dan seperti di rumah membuat mereka nyaman duduk berlama-lama. Bercanda lepas tanpa takut ditunggu antrean tamu lainnya bisa dilakukan di Umaku.
"Apalagi kalau ada tamu Jepang, mereka suka membaca berita dari tempelan koran Jakarta Shinbun di dinding resto. Itulah keunikan kami," kata Chef Uki.
Daftar Harga di Umaku:
Volcano 4 potong Rp 35 ribu
Spider Roll 4 potong Rp 37 ribu
Salmon Maki 6 potong Rp 30 ribu
Tobiko Flying Fish Roe 2 potong Rp 21 ribu
Soba Moriawase Rp 33 ribu
Dengan semakin dikenalnya sushi di kalangan masyarakat, makin banyak pula rumah makan berkonsep ala Jepang yang menyajikan sushi sebagai menu utama. Sayangnya mayoritas restoran Jepang mematok harga mahal untuk sajiannya. Kenapa mahal? Karena lokasi restoran Jepang kerap berada di mal atau hotel yang mematok pajak tinggi. Ditambah lagi bahan baku sushi banyak dikirim langsung dari Jepang.
Atas pertimbangan harga itu, tidak jarang calon pengunjung urung datang ke restoran Jepang. Takut harga tidak sesuai dengan kemampuan kantong.
Nah, merebaknya restoran Jepang yang mahal itu mendorong Beth Hayes mendirikan restoran dengan konsep serupa, tapi dengan harga terjangkau. Akhirnya, berdirilah restoran Jepang bernama Umaku, artinya 'sang ahli'.
"Suara yang ditimbulkan saat menyebut Umaku juga seperti rumahku. Jadi, seakan-akan menyantap sushi di rumah," kata Beth.
Awalnya Umaku berdiri di Cibubur, Jawa Barat, pada 2009 lalu. Karena pelanggannya semakin banyak, Beth pun membuka peluang waralaba Umaku. Lalu berdirilah Umaku Tebet dan Umaku Duren Tiga Raya Nomor 32, Jakarta Selatan.
Maka, datanglah Tempo ke Umaku Duren Tiga. Meski menyediakan pelbagai penganan Jepang, menu pertama yang dipesan Tempo adalah deretan sushi, misalnya Volcano, Spider Roll, Salmon Maki, dan Tobiko.
Lalu, hap! Satu Spider Roll langsung disantap, seketika mulut terasa penuh. Lembutnya unagi atau daging belut terasa cepat melumat. Begitu kontras dengan kriuk-nya gorengan daging kepiting yang disematkan di dalam kepalan nasi. Saya pun langsung sibuk mengunyah dan menyesap rasa laba-laba gulung ini. Enak.
"Spider Roll ini satu menu sushi andalan kami," kata Head Chef Umaku, Uki.
Sudah habis urusan dengan Spider Roll, saya mulai melirik Volcano. Kali ini, sekepal nasi menyelimuti daging kepiting dan Tobiko bakar. Di atasnya, ikan salmon dengan lelehen mayones berperan sebagai mahkota, sedangkan di sisi kanan-kiri Volcano terlihat jejak hitam sisa pembakaran.
Ketika mulut mengecap Volcano, hal pertama yang terdeteksi adalah rasa gosong. Sedikit amis dari salmon dan kentalnya mayones meramaikan isi mulut. Sayang, keramaian itu masih kalah dengan rasa sisa pembakaran.
Masih penasaran dengan menu sushi Umaku, saya lahap beberapa potong Salmon Maki dan Tobiko Flying Fish Roe. Memang dua menu itu bukanlah yang spesial, tapi butiran nasi pulen tetap menyenangkan mulut.
"Kami pakai beras dari Jepang dan menambahkan kombu atau ganggang laut saat memasaknya. Setelah matang, selain seperti ketan, rasanya pun beraroma ikan," ujar sang chef.
Sudah puas mengecap sushi, selanjutnya saya coba Soba Moriawase. Mie soba datang ditemani tempura udang, rumput laut, dan kuah bening kecokelatan. Saat menyesap air kuah, rasa segar terasa menyergap tenggorokan. Ada semilir manis juga di dalamnya. Dan mie soba terasa unik, seperti ubi.
"Mienya berbahan dasar gandum dan diimpor dari Jepang. Kuahnya sendiri mengandung ikan cakalang yang telah diasap, diserut, dan direbus dalam air selama tiga jam," kata Uki.
O ia, bagi Anda yang tidak menyukai makanan mentah, bisa juga memesan Katsu Kare Rice. Nasi kare di Umaku bisa dikategorikan unik karena perkawinan antara kayu manis dan lada halus menciptakan beragam rasa di mulut. Manis, wangi, dan sedikit panas.
Perut kenyang, hati senang. Saya pun sedikit berbincang dengan tamu Umaku lainnya. Ducta, 41 tahun, mengaku baru pertama kali datang ke Umaku Duren Tiga. Pada kunjungan perdananya itu, dia telah menghabiskan tiga mangkuk mie udon. "Rasanya enak dan harga terjangkau. Jadi, enggak takut kalau mau pesan banyak menu atau nambah," kata perempuan itu.
Tidak jauh berbeda dengan Ducta, Dicky, 43 tahun, bercerita jika dia tidak takut membawa anak dan keluarganya makan di Umaku Duren Tiga. "Karena tidak mahal, saya tidak deg-degan kalau mereka memesan banyak sushi atau menu lainnya," kata Dicky.
Tentang harga murah ini, Chef Uki punya rahasianya, yakni membayar pesanan bahan baku dari Jepang dengan pembayaran tunai dan tepat waktu sehingga penyuplai bahan baku mau memberi potongan harga. Selain itu, kata Uki, bahan baku yang mereka terima langsung dibersihkan dan masuk ke lemari pendingin. “Karena perawatan yang baik, usia ketahanan ikan bisa maksimal, misalnya sampai tiga hari. Jadi tidak ada yang mubazir.”
Suasana Umaku yang tidak kaku dan seperti di rumah membuat mereka nyaman duduk berlama-lama. Bercanda lepas tanpa takut ditunggu antrean tamu lainnya bisa dilakukan di Umaku.
"Apalagi kalau ada tamu Jepang, mereka suka membaca berita dari tempelan koran Jakarta Shinbun di dinding resto. Itulah keunikan kami," kata Chef Uki.
Daftar Harga di Umaku:
Volcano 4 potong Rp 35 ribu
Spider Roll 4 potong Rp 37 ribu
Salmon Maki 6 potong Rp 30 ribu
Tobiko Flying Fish Roe 2 potong Rp 21 ribu
Soba Moriawase Rp 33 ribu
www.tempo.co
0 comments:
Post a Comment