Custom Search

Sunday, February 12, 2012

Asyiknya Menyusuri Perut Bumi Gombong Selatan

Tanpa rasa takut, Fauzy Zulvikar, 20 tahun, nyemplung ke Sendang Mawar di Gua Jatijajar Kebumen akhir pekan lalu. Berkali-kali, ia membasuh muka dengan air sendang yang mengalir deras. Bening tanpa sampah, mengalir di sela-sela stalakmit gua itu.

“Biar awet muda dan tambah ganteng,” ujar Bang Ozi, panggilan akrab Fauzy, meniru iklan goyang gayung di televisi, saat mengunjungi Gua Jatijajar.

Bang Ozy bersama puluhan kawan satu kampusnya sengaja berlibur ke Gua Jatijajar untuk melihat eksotisme gua karst Gombong Selatan. Kawasan karst yang membentang di perairan selatan Kebumen itu berjarak sekitar 40 kilometer dari pusat kota Kabupaten Kebumen.

Ratusan gua yang layak dijadikan wisata petualangan ada di kawasan ini. Hamparan pantai selepas pegunungan karst, juga menambah lengkap agenda liburan.

Agus Rasono, 50 tahun, juru kunci Gua Jatijajar mengatakan, kawasan gua akan banyak didatangi pengunjung saat hari libur. “Ada yang sengaja untuk melihat keindahan gua, ada juga yang sengaja ingin semedi,” katanya.

Seperti halnya di Gua Jatijajar yang mulai dibangun sebagai obyek wisata pada tahun 1975. Selain pemandangan stalaktit dan stalakmit, yang paling terkenal stalakmit Kurungan Ayam, di gua ini juga ada beberapa sendang atau kubangan air yang dipercaya mempunyai khasiat terntentu.

Selain itu, ratusan patung yang mengisahkan cerita Kamandaka juga menjadi pemandangan tersendiri di gua itu. Kisah Kamandaka atau dikenal dengan kisah lutung kasarung menjadi visualisasi di gua itu. Banyaknya patung kera, kata Agus, merupakan gambaran perwujudan lain dari Kamandaka. Kisah itu sendiri bersumber dari Babad Pasir Luhur yang merupakan cikal bakal lahirnya Kadipaten Banyumas.

Waktu itu, gua Jatijajar digunakan Kamandaka untuk semedi mencari wangsit. Selain Kamandaka, ada juga patung Dewi Nawang Wulan sedang berendam di sendang kanthil dan mawar.

Air dari Sendang Kanthil dipercaya bisa membuat orang yang membasuh mukanya dengan air sendang itu akan menjadi cantik atau ganteng. Sementara sendang Mawar dipercaya bisa membuat orang awet muda. “Nalarnya, air dari pegunungan karst mempunyai kandungan mineral tinggi sehingga bagus untuk tubuh,” katanya.

Selain dua sendang itu, ada juga sendang Paser Bumi dan Jombor yang khusus digunakan orang untuk bersemedi. Dua sendang itu pintu masuknya dikunci dan tidak diperboleh dimasuki oleh sembarang orang. Biasanya, orang yang bersemedi ingin jabatannya naik atau perdagangannya lancar. Selama tiga hari tiga malam, orang itu ngebleng atau berdiam diri di sendang yang cukup gelap itu.

Bahkan, kata Agus, Sri Sultan Hamengkubono IX pernah bersemedi di tempat itu. Konon, Sri Sultan hendak bertemu dengan penguasa pantai laut selatan, Nyi Roro Kidul. Ia percaya, sungai-sungai yang mengalir di tengah gua, bermuara di pantai laut selatan.

Gua Jatijajar sendiri ditemukan tahun 1802 oleh Djaya Menawi yang juga kakek buyutnya Agus. Ia adalah pemilik lahan di atas gua. Saat itu, ia tak sengaja menemukan gua. Sebuah lubang dengan kedalaman 24 meter membuatnya terperosok dan ia pun jatuh ke dalam gua. Beruntung ia tersangkut di akar pohon besar.

Jatijajar sendiri berasal dari kata Jati dan Jajar. Dulunya, di mulut gua ada dua batang pohon Jati berukuran raksasa tumbuh berjejer. Kelak nama gua dan desa itu menjadi Jatijajar. Dua pohon jati itu lantas ditebang dan dijadikan tiang pendopo Kadipaten Ambal.

Di pintu masuk gua, nampak ratusan tulisan tangan memenuhi dinding gua. Tulisan itu merupakan bentuk kenarsisan orang-orang Belanda dan penggede keratin yang mengunjungi tempat itu. “Tulisan dari pengunjung mulai ada tahun 1812 berisi nama-nama mereka. Tulisan itu tidak boleh dihapus karena merupakan bukti sejarah,” katanya.

Bahkan, tahun 1979, serombongan turis Belanda yang rata-rata sudah berumur 90-an pernah berwisata nostalgia ke gua itu. Mereka membaca kembali tulisan-tulisan mereka yang pernah ditorehkan di dinding gua.

Belanda, waktu itu sedang membangun jalan Deandels yang membentang dari Anyer hingga Panarukan melintasi Kebumen. Nama-nama pejabat Keraton Jogjakarta juga terpampang di dinding itu. Di situ tertulis tanggal, 21 Juni 1931.

Agus mengatakan, saat Jepang berkuasa, mereka memanfaatkan kotoran kelelawar untuk dijadikan pupuk. Dulu, kata dia, ada ribuan kelelawar tinggal di situ. “Sekarang tinggal ratusan saja,” katanya.

Kepala Pengelola Kawasan Jatijajar, Suyatno mengatakan, tahun 1981 pemerintah membangun jalan tembus untuk keluar gua. “Sebelum dibangun jalan tembus, pengunjung harus kembali ke mulut gua yang panjangnya sekitar 350 meter,” katanya.

Ia menyebutkan, kawasan itu mempunyai luas sekitar lima hektare. Selain jembatan dan jalan yang memudahkan pengunjung berkeliling gua, pengelola juga membangun pasar tradisioanal yang khusus menjajakan kerajinan tangan dan souvenir khas Kebumen.

Suyatno menambahkan, di kawasan karst Gombong Selatan terdapat sekitar 175 gua. Selain gua Pteruk, ada juga gua dempok, intan, titukan, barat, simpenan, gelatik dan lainnya. Gua tersebut masih alami sehingga biasa dimanfaatkan untuk penelitian atau olahraga caving atau susur gua.

Ia menceritakan, dulunya kawasan itu pernah akan ditambang kapurnya. Namun banyak yang menolak karena bisa merusak lingkungan dan mengancam ketersediaan air bersih di Kebumen. Menurutnya, dari sebuah hasil penelitian, di kawasan itu ada sebuah danau raksasa yang terletak di bawah kawasan karst.

Jika kawasan itu dipapras dan ditambang kapurnya, dikhawatirkan bisa menyedot persediaan air bersih. Lingkungan menjadi kering dan petani tak bisa mengolah lahannya karena air habis.

Ia menambahkan, aliran air melalui stalaktit dan stalakmit bisa dijadikan indikator lingkungan. ia menambahkan, dulunya air masih mengucur deras dari ujung stalaktit menandakan lingkungan di sekitar gua masih ijo royo-royo. Namun saat ini, air sudah tidak mengalir lagi. “Secara teori, gua ini sudah mati. Tidak ada air lagi yang mengalir. Stalaktit dan stalakmit sudah tak mungkin tumbuh,” imbuhnya.

Karena itu, saat ini Gua Petruk yang mempunyai panjang dua kilometer tidak dibangun untuk pariwisata. Gua Petruk sendiri hanya digunakan untuk penelitian sehingga proses pembentukan stalaktit dan stalakmit selama ribuan tahun akan terus terjadi.

0 comments:

Post a Comment

Random Post