Custom Search

Monday, February 13, 2012

Memburu Batik Lawasan Nan Cantik di Malioboro

Baju batik dengan warna dominasi coklat kemerah-merahan
itu terlihat cantik. Padahal, batik-dengan aneka ragam motif seperti parang, daun-daunan, bunga, dan  binatang ini dijahit sambung-menyambung dengan tekstur kotak-kotak. Motif menabrak itu justru menampilkan batik yang dikenal batik lawasan ini justru terlihat etnik nan cantik.

Modelnya pun disesuaikan dengan anak-anak muda zaman sekarang. Ada yang model baju   BCL karena baju model begini kerap dikenakan Bunga Citra Lestari, penyanyi. Ada pula model lawasan Luna Maya karena mirip dengan  pakaian Luna Maya, pemain sinetron dan film, hingga model kelelawar yang trend belakangan ini.

Di sebuah los  Pasar Beringharjo, beberapa orang terlihat memburu batik lawasan. Satu orang tak cukup membeli dua atau tiga potong. “Saya memborong 10 untuk oleh-oleh juga,” kata Ivon, seorang pengunjung asal Surabaya ketika ditemui di Pasar Beringharjo.

Batik lawasan, semula hanya dijual kainnya saja. Harganya bervariasi mulai Rp 50.000 hingga Rp 200.000. Nah, begitu jadi baju, harganya bervariasi antara Rp 35.000 hingga Rp 50.000.

Belakangan, batik lawasan lantas dibuat model baju yang disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak, remaja, hingga untuk orang tua. Dinamakan batik lawasan karena memang dari batik tulis lawas yang sudah pernah dipakai simbah-simbah zaman dulu.

Nah, karena sudah jarang digunakan karena kondisinya tak lagi sempurna, mereka lantas menjual ke pedagang dan didaur ulang menjadi pakaian sehari-hari.  Karena lawas dan umumnya batik tulis asli, kekuatan batik lawasan nyaman dipakai dan adem di tubuh. Umumnya pemakai mengenakan di rumah atau bepergian santai. Ada pula yang membeli  batik dengan memodifikasinya dengan kain lurik.

Menurut Maryati, penjual batik lawasan, batik lawasan ini umumnya dijual oleh mereka dengan kondisi bolong atau aus di bagian tertentu. Nah, bagian lain yang masih bisa dimanfaatkan itulah yang kemudian dipotong-potong lalu disambung-sambung dan membentuk model macam-macam. “Model baju disesuaikan dengan model zaman sekarang yang sedang tren,” katanya.

Nah, penjahit-penjahit Yogyakarta yang terkenal memiliki citra seni yang tinggi inilah yang menjadikan batik lawasan, barang aus, namun tetap terlihat elegan.

Tak mengherankan, jika beberapa kali Tempo mendapati istri pejabat atau artis mengenakan batik lawasan. “Memang banyak artis yang datang belanja ke sini,” kata seorang pedagang batik lawasan lainnya, Sri. Dia mengaku peminat batik lawasan justru kebanyakan berasal dari Jakarta dan kota lain seperti Semarang, Bandung, Surabaya.

Hanya saja karena barang lawasan, memperlakukan batik ini kudu ekstra hati-hati. Batik ini punya kelemahan mudah robek karena usianya terlalu tua. Karena kalau dicuci cukup dengan lerak saja.

Aktris dan sutradara, Ine Febriyanti salah satu yang kerap memborong batik lawasan. Ine mengaku menyukai batik lawasan karena  adem dikenakan di tubuh. “Warnanya juga klasik, kuno, dan terkesan membumi,” katanya.

Membeli batik lawasan baginya bukan semata-mata soal mencintai produk Indonesia saja, tetapi juga ikut mendorong pedagang kecil agar lebih bisa berkiprah. “Kalau bukan kita yang membeli siapa lagi,” katanya.

Ivon, senada dengan Ine. Dengan membeli batik lawasan, maka, secara tidak langsung dia tidak sekedar berteori soal pemberdayaan pedagang Usaha Kecil dan Menengah (UKM). “Prakteknya ya dengan membeli seperti sekarang ini,” kata perempuan berparas ayu ini.

Pasar Beringharjo bukan satu-satunya yang menyediakan batik lawasan. Gerai toko Mirota Batik juga menyediakan batik lawasan. Hanya saja banderol harganya beberapa kali lipat dari Pasar Beringharjo.

Dari banderol yang dilihat Tempo,  rata-rata harganya Rp 68.000 hingga Rp
85.000. Di kelas-kelas mall seperti Ambarukmo Plaza, batik lawasan rata-rata di banderol dengan harga Rp 85.000.

Buat pembeli yang tak segan menawar, tempat belanja yang paling cocok memang di Pasar Beringharjo yang lokasinya berhadap-hadapan dengan Mirota. Apalagi, kualitas barangnya nyaris sama.

Di Pasar Beringharjo, memang tak ada banderol harga. Karena itu, mereka yang menyukai   perang urat syaraf alias tawar-menawar harga, di sinilah tempatnya. Apalagi, penjual  batik lawasan juga menekankan prinsip kekeluargaan dalam menawarkan barang dagangannya.

0 comments:

Post a Comment

Random Post