Custom Search

Sunday, February 12, 2012

Menengok Desa Tradisional Panglipuran di Bali

Unik. Itulah satu kata yang dapat menggambarkan Desa Penglipuran, Bangli. Bangunan khas Bali berjajar sepanjang lebih dari 500 meter. Jalanan desa yang sempit dan berundak-undak dilengkapi pintu gerbang yang tampak seragam. Tidak satu pun kendaraan bermotor boleh melintas di sini.

Desa adat Penglipuran merupakan salah satu dari sekian desa tradisional Bali yang sampai saat ini masih tetap dijaga keutuhannya. Nama penglipuran sendiri memiliki dua definisi. Pertama, penglipuran berasal dari kata penglipur yang berarti penghibur. Definisi lainnya menyebutkan penglipuran berasal dari kata pengling dan pura yang berarti ingat pada tanah leluhur.

Keseragaman pintu gerbang yang biasa disebut angkul-angkul itu memiliki daya tarik tersendiri. Tradisi keseragaman ini adalah simbol kebersamaan yang sudah ditanamkan sejak lama oleh nenek moyang masyarakat Penglipuran. Dalam tatanan bentuk dan letak rumah di masing-masing keluarga, masyarakat Penglipuran masih menaatinya.

Menurut tata ruang yang sebenarnya, rumah tradisional Bali terdiri dari tiga bagian utama. “Bangunan rumah umumnya sama seperti daerah lainnya, tetap menggunakan asta kosala kosali, ada tempat suci di bagian utara, kemudian dapur, lalu ada bale dangin dan bale dauh atau logi,” ucap I Wayan Supat, Kepala Desa Adat Penglipuran.

Pola hidup masyarakat Penglipuran masih memegang teguh kearifan lokal yang diwariskan leluhur mereka. Sebuah rumah contoh terdapat di sisi kanan pintu masuk Penglipuran. Rumah inilah yang menjadi acuan tatanan rumah kuno Penglipuran yang masih terjaga sampai saat ini.

Keunikan lainnya terlihat pada tatanan palemahan desa. Palemahan desa yang teratur dengan tempat suci pada hulu desa dan berada pada daerah yang lebih tinggi sesuai dengan manfaatnya untuk ketuhanan. Sedangkan pada bagian yang lebih rendah, berdiri sekitar 76 bangunan yang masih memiliki arsitektur yang sama dengan keunikan pintu angkul-angkul yang berbentuk sama di sisi barat dan timur.

Pada bagian hilir terdapat satu kavling tanah kosong yang disebut karang madu. Tempat ini akan digunakan jika nantinya ada orang Penglipuran yang melakukan poligami. Kearifan inilah yang diajarkan oleh nenek moyang mereka untuk menghormati perempuan.

Sistem pemakaman jenazah di Penglipuran pun tidak seperti Bali pada umumnya. Jika laki-laki yang meninggal dunia, saat pemakaman jenazahnya akan dikuburkan dalam posisi telungkup atau menghadap tanah. Sebaliknya jika seorang wanita yang meninggal dunia, jenazahnya akan dikuburkan dengan posisi tengadah atau menghadap langit. Tradisi ini sesuai dengan makna seorang laki-laki yang dilambangkan sebagai akasa (langit) dan wanita sebagai pertiwi (Bumi)

0 comments:

Post a Comment

Random Post